Pages

13 January 2015

SILUMAN ULAR PENUNGGU ISTANA LIMA LARAS

Ini adalah sebuah kisah nyata yang bersal dari desa LIMA LARAS, dusun 1, kec.Tanjung Tiram, kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Untuk pergi kesana, bisa ditempuh dengan jalur darat menggunakan kendaraan bermotor dengan jarak 136 km dari kota Medan. Di lokasi tersebut, terdapat sebuah istana, yaitu istana LIMA LARAS. Istana yang cukup besar, namun tidak begitu megah. Istana ini memiliki luas 102 x 98 meter dan berlantai empat. Istana ini memiliki 28 pintu dan 66 pasang jendela, dengan arsitektur campuran antara Melayu dan Cina.

Istana LIMA LARAS ini dibangun oleh seorang raja yang bernama Datuk Muhammad Yoeda (Raja yang ke-XI) pada tahun 1907 dan selesai dibangun 1912.
Beliau memiliki 4 orang istri. Istri pertama Encek Sojuk 7 anak, 5 laki-laki 2 perempuan. Istri yang ke-2 Encek Ulung Matsuko tak punya anak. Istri yang ke-3 Encek Daromo 3 anak laki-laki. Istri yang ke-4 Encek Antik Zahara dua anak perempuan. Dan beliau bertakhta pada tahun 1883 – 1919. Istana tersebut masih berdiri kokoh hingga saat ini, walaupun terdapat sedikit kerusakan pada bangunannya. Sekarang, istana tersebut dijaga dan dirawat oleh seorang keturunan raja yang bernama Datuk Muhammad Azminsyah, beliau adalah keturunan raja yang ke–XIII. Kondisi beliau sudah tua dengan rambut dan kumis yang memutih.

Menurut cerita beliau, ada sesosok ular gaib yang sering menampakkan dirinya di istana tersebut. Ular tersebut adalah anak kembar dari keturunan raja ke–VI. Dahulu kala, sang ratu melahirkan kembar ular, satu bayi perempuan dan yang satunya adalah seekor ular.

Semakin hari ular tersebut semakin besar, kemudian ular itu dibuang ke laut Tanjung Tiram. Dikarenakan salah satu anggota keluarga kerajaan mendapat mimpi untuk membuang ular tersebut. Berdasrkan cerita, ada ular yang bergentayangan di istana LIMA LARAS hingga saat ini. Dan ular tersebut adalah ular yang dahulunya dibuang ke laut Tanjung Tiram tersebut. Siluman ular akan menampakkan wujudnya disaat ia merasa terganggu.

Suatu ketika, diadakan acara MTQ (perlombaan pembacaan Al-Qur’an) di istana tersebut pada tahun 1986. Namun, panitia perlombaan tidak memberikan sesajen atau persembahan terlebih dahulu. Ular tersebut pun menampakkan diri, menghancurkan dan merusak seluruh yang ada di istana. Masyarakat terkejut dan pergi meninggalkan istana dan hujan pun turun. Menurut narasumber, orang-orang yang datang ke istana tidak boleh sembarangan dan membuat kerusakan terlebih-lebih ketika mengadakan kegiatan di istana tersebut. Di waktu lain, ular tersebut pernah menampakkan diri di jalan raya, sehingga membuat orang-orang takut. Jadi, menurut narasumber ular tersebut adalah penjaga istana, karena ular tersebut ada di sekeliling istana.

Informant :
Datuk Muhammad Azminsyah

Written by:
Muhammad Ikhsan
Vindy Wulandari Maramis
Muzanni Khandawi

21 December 2014

AN INVISIBLE SNAKE OF LIMA LARAS PALACE

 This is a true story that came from LIMA LARAS village, hamlet 1, Tanjung Tiram sub district, Batubara regency, North Sumatra. To visit there, we can go by motorcycle or car, it is about 136 km from Medan. In that place, there was a palace namely LIMA LARAS PALACE. It is an enormous palace, but is not luxurious. The size of  the palace is 102 x 98 meters with 4 floors. The palace has 28 doors and 66 windows, the architectur is the combination between Malay and China.

       LIMA LARAS palace was built by a King Datuk Muhammad Yoeda (King – XI)
in 1907 and was finished in 1912. He has four wifes, the first wife is encek Sojuk with 7 childs, 5 sons and 2 daughters. The second wife is Encek Ulung Matsuko without child. The third wife is Encek Daromo with 3 sons. The Last wife is Encek Antik Zahara with 2 daughters.His reign was in 1883 – 1919. The palace was supervised and controled by a descendant of King – XIII . He is Datuk Muhammad Azminsyah, he has been old with grey hair and grey moustache.

       According to his story, there was a invisible snake around the LIMA LARAS palace which often evinces itself. The snake is one of the twins from the descendant of King – VI. In the pass time, the queen gave birth her two girls, one baby was a girl and the other one was a snake.

       Day by day, the snake grew bigger and large. Then the snake was thrown into the Tanjung Tiram sea by the king, because one of the members of the royal family had a dream to ged rid of the snake. Based on the story, the snake still came to the castle. The snake would revealed it self when it was offended. Unfortunately, at that time, there was MTQ (Qur’an Reteation contest) in 1986. Still the committee did not give an offerings as a requirement.

     The snake also showed itself and broke all of part in yhe palace. The society of  LIMA LARAS village were shocked. They left the palace when the day was rainy. According to informan, every people may not carelessly held an activity or event in the palace at other times because the snake had manifasted itself on the road. So it made all peoples scared. Thus, the informan said that the snake became the castellan of the palace because the snake lived in around the palace.

Informan : Datuk Muhammad Azminsyah.
Written by: Muhammad Ikhsan
                    Vindy Wulandari Maramis
                    Muzanni Khandawi



SILUMAN ULAR PENUNGGU ISTANA LIMA LARAS

         Ini adalah sebuah kisah nyata yang bersal dari desa LIMA LARAS, dusun 1, kec.Tanjung Tiram, kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Untuk pergi kesana, bisa ditempuh dengan jalur darat menggunakan kendaraan bermotor dengan jarak 136 km dari kota Medan. Di lokasi tersebut, terdapat sebuah istana, yaitu istana LIMA LARAS. Istana yang cukup besar, namun tidak begitu megah. Istana ini memiliki luas 102 x 98 meter dan berlantai empat. Istana ini memiliki 28 pintu dan 66 pasang jendela, dengan arsitektur campuran antara Melayu dan Cina.

       Istana LIMA LARAS ini dibangun oleh seorang raja yang bernama Datuk Muhammad Yoeda (Raja yang ke-XI) pada tahun 1907 dan selesai dibangun 1912.
Beliau memiliki 4 orang istri. Istri pertama Encek Sojuk 7 anak, 5 laki-laki 2 perempuan. Istri yang ke-2 Encek Ulung Matsuko tak punya anak. Istri yang ke-3 Encek Daromo 3 anak laki-laki. Istri yang ke-4 Encek Antik Zahara dua anak perempuan. Dan beliau bertakhta pada tahun 1883 – 1919. Istana tersebut masih berdiri kokoh hingga saat ini, walaupun terdapat sedikit kerusakan pada bangunannya. Sekarang, istana tersebut dijaga dan dirawat oleh seorang keturunan raja yang bernama Datuk Muhammad Azminsyah, beliau adalah keturunan raja yang ke–XIII. Kondisi beliau sudah tua dengan rambut dan kumis yang memutih.

      Menurut cerita beliau, ada sesosok ular gaib yang sering menampakkan dirinya di istana tersebut. Ular tersebut adalah anak kembar dari keturunan raja ke–VI. Dahulu kala, sang ratu melahirkan kembar ular, satu bayi perempuan dan yang satunya adalah seekor ular.

        Semakin hari ular tersebut semakin besar, kemudian ular itu dibuang ke laut Tanjung Tiram. Dikarenakan salah satu anggota keluarga kerajaan mendapat mimpi untuk membuang ular tersebut. Berdasrkan cerita, ada ular yang bergentayangan di istana LIMA LARAS hingga saat ini. Dan ular tersebut adalah ular yang dahulunya dibuang ke laut Tanjung Tiram tersebut. Siluman ular akan menampakkan wujudnya disaat ia merasa terganggu.

         Suatu ketika, diadakan acara MTQ (perlombaan pembacaan Al-Qur’an) di istana tersebut pada tahun 1986. Namun, panitia perlombaan tidak memberikan sesajen atau persembahan terlebih dahulu. Ular tersebut pun menampakkan diri, menghancurkan dan merusak seluruh yang ada di istana. Masyarakat terkejut dan pergi meninggalkan istana dan hujan pun turun. Menurut narasumber, orang-orang yang datang ke istana tidak boleh sembarangan dan membuat kerusakan terlebih-lebih ketika mengadakan kegiatan di istana tersebut. Di waktu lain, ular tersebut pernah menampakkan diri di jalan raya, sehingga membuat orang-orang takut. Jadi, menurut narasumber ular tersebut adalah penjaga istana, karena ular tersebut ada di sekeliling istana.
Informan : Datuk Muhammad Azminsyah.
Written by: Muhammad Ikhsan
                    Vindy Wulandari Maramis
                    Muzanni Khandawi